NAMA : RYAN SETIAWAN
STAMBUK : D 101 09 197
NASKAH ISLAM KUNO SULTENG
Palu, Sulteng - Benda bersejarah yang berkaitan dengan masuknya agama Islam di Lembah Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), tidak hanya berupa Alquran kuno saja. Ada sejumlah naskah yang hadir di tengah masyarakat lembah Palu bersamaan dengan masuknya Islam. Naskah tersebut di antaranya berupa naskah Kutika dan naskah Lontara. Islam menjadi satu-satunya agama tauhid yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di Lembah Palu pada abad ke 17. Berdasarkan sejarah, Islam di Lembah Palu dibawa oleh mubaliq asal Sumatera Barat Datokarama. Sebelum itu, masyarakat di Lembah Palu dan sekitarnya memeluk kepercayaan animisme.
Masuknya Islam di lembah Palu, bukan hanya mengubah agama masyarakat asli saat itu. Namun juga mempengaruhi secara kuat wajah peradaban masyarakat di Lembah Palu. Masyarakat menjadi sangat akrab dengan ajaran serta kebudayaan Islam. Di antaranya, mempengaruhi cara masyarakat dalam perhitungan hari, bulan, dan tahun, yakni dengan menggunakan kalender Hijriah. Berbeda dengan masa kini, yang menggunakan kalender Masehi. Salah satu bukti pengunaan kalender Hijriah dapat dilihat dari naskah Kutika yang dimiliki oleh Museum Sulteng. Naskah Kutika tersebut ditenggarai berasal dari abad ke 17. Artinya, Kutika yang terbuat dari lembaran kulit kayu itu sudah berumur sekitar 400-an tahun, sehingga kuat dugaan berasal dari periode syiar Islam yang sama dengan masa Datokarama berdakwah.
“Ada tiga naskah Kutika. Satu berukuran besar dan dua lainnya berukuran lebih kecil. Ketiganya punya fungsi yang sama namun cara hitungnya berbeda,” ujar staf Seksi Teknis Museum Sulteng, Drs Iksam, M.Hum. Iksam menjelaskan, naskah Kutika tersebut digunakan sebagai panduan untuk melihat hari-hari baik berdasarkan perhitungan bulan Islam. Misalnya melihat hari-hari apa saja yang baik dalam bulan Muharram untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan rezeki. Seperti perkawinan, bercocok-tanam, membuat peralatan, pindah rumah, potong rambut, dan lain sebagainya. Karena itu jangan heran menemukan 12 bulan Hijriah dan tujuh nama hari dalam sebutan Hijriah (al-Ahad, al-Itsnayn, ats-Tsalaatsa‘, al-Arba‘aa, al-Khamiis, al-Jum‘aat, as-Sabt) dalam naskah Kutika.
Menurut Iksam, tidak semua orang dapat melakukan perhitungan dengan naskah Kutika. Ada orang tertentu yang pandai membacanya. Dalam masyarakat Kaili, orang itu disebut dengan Tona Na Tau atau orang pandai. Namun jangan salah mengartikannya dengan dukun atau sando. Menurut Iksam, ahli Kutika sama sekali berbeda dengan dukun. ”Bukan hanya masyarakat Kaili saja yang menggunakan Kutika saat itu, orang Bugis-Makassar yang tinggal di Lembah Palu juga menggunakannya sebagai panduan. Sampai sekarang saja masih ada yang menggunakan Kutika, seperti di Dolo, Biromaru, Lasoani, Kawatuna, Balaroa, dan Donggala Kodi,” ungkap Iksam.
Selain naskah Kutika, naskah tua lainnya yang berhubungan dengan masuknya Islam ke Lembah Palu adalah keberadaan naskah Lontara. Naskah yang berisikan petuah serta tatakrama dalam berkehidupan itu ditulis dengan aksara Lontara yang dimiliki oleh orang Bugis-Makassar dan Mandar, sehingga ditenggarai masuknya naskah Lontara ke Lembah Palu bersamaan dengan masuknya para mubaliq Bugis-Makassar dan Mandar ke Lembah Palu. Iksam menuturkan, naskah Lontara umumnya dimiliki oleh para mubaliq Bugis-Makassar dan Mandar yang menyebarkan syiar Islam di Lembah Palu. Periodesasi syiar mubaliq asal selatan itu ditengarai pada masa sesudah Datokarama atau pada abad ke 18 dan 19.
“Dulunya, syiar Islam Datokarama diteruskan oleh guru-guru mengaji serta mubaliq asal Bugis-Makassar dan Mandar. Mereka juga membawa naskah Lontara yang mengajarkan bagaimana tatakrama dalam berkehidupan, di samping yang utama tentunya mengajarkan nilai-nilai dalam Alquran. Dulu diajarkan di rumah-rumah karena belum mengenal sekolah,” papar Iksam yang juga menjabat sebagai Sekretaris II Dewan Pembina dan Pengembang Budaya Kaili ini.
Iksam lantas mejelaskan, naskah Lontara tua yang dimiliki oleh Museum Sulteng terbilang cukup banyak. Sedikitnya ada 50 naskah Lontara tua yang berbetuk buku dan dalam kondisi yang terawat. Menurut Iksam naskah Lontara tersebut tidak hanya berasal dari Lembah Palu saja, namun juga berasal dari Kabupaten Poso, Kabupaten Parigi Mautong, Kabupaten Donggala, hingga Kabupateb Banggai.
sahh,, so b.bikin blog ini,,, mantap...
BalasHapusbelajar lah......sekedar coba-coba..
BalasHapus